Ilustrasi Pernikahan Dini. Foto: Istimewa
Kabarasta- Kasus Stunting di Blora masih cukup tinggi. Menurut data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Kabupaten Blora pada 2023 mencapai 21,2 persen. Angka tersebut mengalami penurunan dibanding 2022, yakni sebesar 25,83 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, Edi Widayat mengungkapkan salah satu penyebab tingginya kasus stunting karena faktor pernikahan dini. Iapun meminta hal itu untuk dicegah.
" Cegah bertambahnya stunting, Pernikahan dini di Blora masih sangat banyak. Hal ini membuat angka resiko kematian ibu dan bayi meningkat, stunting dan juga penularan infeksi menular seksual," kata Edi, Rabu (26/6).
Selain itu lanjut edi, kekerasan juga meningkat dibandingkan perempuan yang menikah di usia 21 ke atas.
" Karena jiwanya masih labil karena belum siap berumah tangga. Sehingga resiko akan terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga juga tinggi," terangnya.
Sebelumnya, Wakil Bupati Blora selaku Ketua Tim Percepatan Penanganan Stunting (TPPS), Tri Yuli Setyowati optimistis prevalensi stunting di Blora bisa turun hingga tersisa 14 persen pada 2024.
Hal itu disampaikannya saat memaparkan kinerja Pemkab Blora dalam pelaksanaan 8 Aksi Konferensi Penurunan Stunting 2024 di Hotel Wujil, Selasa (28/5/2024) hingga Kamis (30/5/2024). Wabup menjelaskan, menurut data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Kabupaten Blora pada 2023 mencapai 21,2 persen. Angka tersebut mengalami penurunan dibanding 2022, yakni sebesar 25,83 persen.
“Untuk target kami di tahun 2024 itu di angka 14 persen, dan insyaallah kami sangat meyakini. Dengan melihat penimbangan serentak Februari kemarin, kehadiran balita dan baduta yang melakukan penimbangan atau (D/S) meningkat hingga 91,2 persen, sehingga kita bisa mengantisipasi sejak awal dan bisa melihat dengan lebih mudah, apakah ada kasus baru atau tidak,” ungkap Etik, sapaan akrabnya.
Disampaikan, pihaknya telah melakukan semua sesuai dengan rencana kegiatan dalam menangani stunting. Meliputi, kegiatan rembug stunting di kabupaten, kecamatan, kelurahan, dan desa, kemudian pembinaan kader pembangunan masyarakat oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), pembinaan tim pelaksana kegiatan (TPK) oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan KB, yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, serta pembinaan tim percepatan penanganan stunting kecamatan, kelurahan dan desa dan pembinaan kader Posyandu.
“Rencana Kegiatan sudah kami laksanakan semua. Selain itu, kami juga menggandeng CSR untuk membantu pembangunan jamban di Kecamatan Todanan,” ucapnya.
(Manda/Redaksi)
Posting Komentar